Selasa, 26 November 2013

Kilas Balik dari Muhammad Menuju Nietzsche

Kilas Balik dari Muhammad Menuju Nietzsche

20 November 2013 pukul 9:07
Sewaktu saya membaca Sejarah Hidup Muhammad karya Husein Haekal, saya sering menangis dari halaman ke halamannya. Terbayang kebersahajaan dan kemuliaan pribadi Muhammad. Lalu saat saya lanjutkan membaca riwayat 2 sahabatnya, Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dengan pengarang yang sama, lagi lagi saya juga  menangis. Seakan tak kan saya temui lagi pribadi yang menyentuh hati saya selain mereka.

Tapi tak lama kemudian saya juga membaca Kasyaful Mahjob Al Qusyairi. Begitu juga dengan Ihya Ulumuddin Al Ghazali. Semakin larut saya dalam tangis Cinta Illahiah. Terbayang betapa dalamnya akhlak para Sufi. Betapa heroiknya kecintaan mereka pada Allah. Seakan saya tak kan lepaskan lagi hidup zuhud di jalan Tuhan.

Namun beberapa tahun kemudian,
Saat saya baca riwayat kegilaan Nietzsche, malah saya terharu lebih dalam lagi. Begitu nyeri hati saya mengenang kedalaman renungan filosofisnya. Tuhan yang semula saya puja dan saya cintai dengan segenap jiwa raga, dia bunuh dengan gagah berani. Dan mayatNya, jatuh membasahi petualangan spiritual saya yang tak pernah padam. Maka praksis sejak saat itu, cara saya memandang segala sesuatu, berubah 1000 derjat dari sebelumnya. Saya mengutuk Nietzsche sejadi-jadinya. Kenapa saya menemukan kegilaannya disaat saya sudah terlanjur mencintai Tuhan hampir separuh usia.

Dan begitulah seterusnya ...
Semua, ternyata hanya proses yang tak pernah henti
Saya menggigil dari satu rumah ke rumah bathin lainnya
Dari satu atap suci ke atap metafisik lainnya
Sampai akhirnya saya sadar
Akan seksinya sabda gila Sang pembunuh Tuhan yang bernama Nietzsche:
Bahwa yang disebut Kebenaran, pada dasarnya hanya kumpulan kesalahan yang tertunda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar